MERASANA GINARU: Karya Terbaik yang Mendapat Pengakuan

Annyonghaseyo, Chingu 

Aduh duh... Sepertinya aku lupa menyapa kalian bulan ini, ya? Mianhaeyo. Padahal, aku sudah merangkai kalimat demi kalimat menjadi cerita yang ingin ku bagikan pada kalian. Kali ini aku akan membagi kebahagiaanku yang tiada tara. Kalian baca sampai habis, ya? Soalnya cerita ini juga tidak kalah seru dengan cerita-ceritaku sebelumnya.

Sayembara Menulis Cerita Anak Dwibahasa Sumatra Utara 2022

Karyaku: Merasana Ginaru (Ginaru Enak Sekali)


Sayembara Cerita Anak Dwibahasa Sumut 2022


10 Penulis Naskah Terbaik Cerita Anak Dwibahasa Sumut

Judul takarir ini menyita pandanganku saat asyik-asyiknya menjelajah di dunia maya. Jari-jariku berhenti dan mulutku komat-kamit membaca isinya. Sebuah sayembara menulis yang diadakan oleh Balai Bahasa Sumatra Utara. Sejenak aku berpikir, ikut tidak, ya? Ini bukan lomba menulis cerita biasa, tetapi cerita yang harus diterjemahkan ke dalam bahasa daerah juga. Ku amati setiap kalimat di dalam takarir tersebut. Ada bahasa daerahku, bahasa Pakpak Dairi. Aku mendengus berkali-kali. Akan ku coba, bisikku dalam hati.

Diskusi Ringan dengan Almarhum Bapak

Aku lahir dari bapak bersuku Pakpak dan mamak bersuku Tapsel di kota Pematangsiantar. Aku tak menguasai bahasa mamak maupun bahasa bapak karena kedua orang tuaku tak pernah mengajarkannya. Namun, bapak yang sangat mencintai kampung halamannya tak pernah absen membawa kami setiap tahun ke tanah Pakpak, tanah kelahirannya di Sitellu Tali Urang Jehe, Pakpak Bharat. Aku senang. Bahkan, aku selalu ingin pulang ke kampung halamanku setiap tahun. Setelah dewasa, aku sedikit menyesal karena tak bisa melestarikan sukuku, Pakpak. Sampai akhirnya, sayembara itu datang. Jiwa Pakpakku meronta-ronta untuk mengikuti sayembara tersebut. 

Sebuah ide cemerlang tercipta setelah aku berdiskusi dengan almarhum bapak (sebelum bapak meninggal dunia). GINARU adalah kata pertama keluar dari otakku. Menurutku, nama makanan khas Pakpak ini belum terlalu dikenal secara umum. Bapak setuju akan membantuku menerjemahkan ceritaku ke dalam bahasa Pakpak. 

Niatku Hampir Gagal

Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi 1 detik pun ke depannya. Sayembara itu akan ditutup sekitar seminggu lagi dan aku melupakannya. Bukan karena niatku berubah atau ideku mampet. Namun, bapak harus dirawat di rumah sakit karena diabetesnya dan itu yang membuat pikiranku kacau. Aku sempat putus asa. Sudahlah, lain kali saja ikutnya, kataku dalam hati sambil memandang tubuh ringkih bapak saat itu. Aku pasrah. Aku juga tak ingin membagi waktu antara mengerjakan sayembara itu atau menjaga bapak. Aku terperangkap dalam kebingungan. 

Ini Waktuku, Ku Kira Begitu

Akan tetapi, semua pikiran itu melenceng jauh dari ketetapan Allah SWT. Dua hari sebelum pendaftaran sayembara ditutup, bapak sehat dan sudah bisa pulang ke rumah. Bapak juga sempat bertanya tentang sayembara tersebut. Sudahkah ku selesaikan? Sudah sampai di mana tahap pengerjaannya? Apakah aku sudah menemukan orang lain yang bisa menerjemahkan ceritaku ke dalam bahasa  Pakpak? Sebuah titik awal semangatku bangkit kembali. Dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, aku mulai menulis. Cerita ini memang sudah terpatri di kepalaku. Hanya saja, aku belum menulisnya. Setelah selesai menulis ceritanya dalam bahasa Indonesia, aku mengirim salinannya kepada bapak dan seorang sepupu yang masih tinggal di Pakpak Bharat. 

Akhirnya, 12 jam menuju deadline, ceritaku selesai dalam dua bahasa. Ku kencangkan pinggang dan melonggarkan isi kepalaku untuk mulai mengedit dan mengirimnya. Di detik-detik terakhir pukul 22:30 WIB, naskah cerita itu terkirim. Aku lega karena berhasil mengirim karyaku tepat waktu. Akan tetapi, aku tak berharap naskah itu lolos. Bagiku sudah mengikuti sayembaranya saja, sudah membuat hatiku riang bukan kepalang. Aku hanya ingin mengangkat derajat suku Pakpak Bharat yang hampir tenggelam di Sumatra Utara. 

Teng... Lolos!




Alhamdulillah. Aku bersorak dan berlari keluar kamar untuk menghampiri suamiku. Ku tunjukkan pengumuman sayembara tersebut di handphone-ku. Namaku terpampang di layarnya.

Merasana Ginaru (Ginaru Enak Sekali)  oleh Nina Nola Boang Manalu

Pencapaian yang luar biasa. Karya terbaik yang ku persembahkan untuk almarhum bapak akhirnya mendapat pengakuan. Aku terpilih menjadi 10 penulis naskah terbaik Sayembara Cerita Anak Dwibahasa 2022 oleh Balai Bahasa Sumatra Utara. Dari 184 naskah yang terdaftar, naskahku terpilih. 

Siapa yang tak bahagia? Siapa yang tak merasa kagum? Setelah sekian lama aku mengikuti sayembara menulis, sejak 11 tahun yang lalu, kemenangan inilah yang paling menyentuh relung hatiku. Tidak hanya untukku sendiri, tetapi aku sudah membawa margaku Boangmanalu dan sukuku Pakpak Bharat ke khalayak umum. Sehingga, mereka yang merasa asing dengan margaku akhirnya tahu bahwa aku adalah putri Pakpak. 

Setiap bakat memang harus dikembangkan. Jika kau yakin dengan potensimu, maka cobalah!


Hwaiting ~


Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url